Oleh: Ayatullah Ja’far Subhani
Sudah barang tentu posisi imamah berbeda dengan posisi kenabian. Nabi adalah penerima wahyu dan pendiri agama, sedangkan imam bukan penerima wahyu dan bukan pula pendiri agama; melainkan tugas-tugas yang sebelumnya diemban oleh Rasulullah Saw dalam ranah penjelasan dan penerapan hukum diemban oleh imam setelah beliau wafat. Imam adalah otoritas penerang hukum dan ideologi Islam serta pengatur urusan negara.
ltulah kenapa kita menyaksikan, sebagaimana tertera di dalam banyak riwayat, ketika Rasulullah Saw menyampaikan misi kenabiannya kepada Bani Hasyim beliau juga mengumumkan imamah dan kekhalifahan Amirul Mukminin Ali as kepada mereka. Fakta ini membuktikan bahwa kenabian dan imamah lahir secara bersamaan, dua-duanya merupakan kedudukan istimewa yang ditentukan langsung oleh Allah Swt melalui wahyu-Nya. Kenyataan ini telah direkam oleh bukubuku sejarah, antara lain diriwayatkan:
“Tiga tahun Rasulullah Saw melakukan dakwah secara tertutup. Kala Allah Swt berfirman kepadanya: “Dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.” (QS. Al-Syu’ara [26]: 214) .
maka beliau mengumpulkan sekitar empat puluh orang dari sanak familinya yang secara keseluruhan terhitung sebagai pembesar Bani Hasyim, mereka diundang untuk makan siang, dan setelah menyantap hidangan beliau memulai sambutannya seraya bersabda, “Tidak ada seorang pun dari masyarakat yang membawakan sesuatu lebih baik daripada yang aku bawakan untuk kalian. Aku membawakan kebaikan untuk kalian, baik di dunia maupun akhirat. Tuhan memerintahkanku untuk mengajak kalian kepada tauhid dan risalah-Nya. Maka siapakah di antara kalian yang membelaku di jalan ini niscaya dia menjadi saudara, washi, dan penggantiku (khalifah dan penerus) di tengah kalian?”
Rasulullah Saw berdiam sejenak setelah menyampaikan seruan itu, beliau menunggu siapakah di antara mereka yang hendak menyambut seruan tersebut. Suasana hening dan kebingungan mencekam pertemuan itu, para undangan menundukkan kepalanya dan hanyut dalam pikiran. Tiba-tiba Ali as yang belum genap lima belas tahun memecah keheningan seraya berdiri menghadap ke arah Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai utusan Allah (Rasulullah)! Aku akan membelamu di jalan ini.” Seketika itu juga dia mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan beliau sebagai bukti pakta kesetiaan, tapi beliau memerintahkannya untuk duduk.
Rasulullah Saw mengulangi seruannya, dan lagi-lagi Ali as yang menyatakan kesiapannya untuk menyambut seruan itu, tapi kembali beliau memerintahkannya untuk duduk. Pada kali ketiga, tetap tidak ada sambutan dari hadirin kecuali Ali as, hanya dia yang berdiri dan menyatakan dukungannya terhadap misi suci Nabi Saw. Pada akhirnya Rasulullah Saw menyampaikan tangannya ke tangan Ali as seraya mengutarakan sabda bersejarahnya kepada Bani Hasyim yang hadir saat itu, “Perhatikanlah wahai sanak familiku! Ali adalah saudara, washi dan khalifahku di tengah kalian.”[1]
Sabda Nabi Saw ini menunjukkan sejarah Syi’ah dan membuktikan bahwa kenabian serta imamah lahir secara bersamaan. Tentu saja bukan hanya riwayat dan hadis ini yang menjadi bukti konkrit Nabi Saw telah menentukan pemimpin Muslimin sepeninggal beliau, melainkan pada berbagai kesempatan yang lain beliau juga telah menyampaikannya kepada para sahabat. Berikut ini kami akan menyinggung beberapa di antara bukti-bukti itu.
Referensi:
[1] Tarikh Al-Thobari, Daairatul Maarif Mesir, jld. 2, hal. 319-321; Tarikh Kamil lbnu Atsir, Dar Shadir Bairut, jld. 2, hal. 36-62; Siroh Al-Halabiyah, Al-Bahiyah Mesir, jld. 71, hal. 311; Tarikh lbnu Asakir,jld. 1, hal. 65.
(hauzahmaya/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar