SELAMAT DATANG DI AHLUL BAIT NABI SAW

AHLUL BAIT NABI SAW: Media Agama Dan Hati Umat Islam * Media Persatuan dan Kesatuan Sunni Dan Syiah


Dalam Islam, konsep keimanan dapat dipadatkan pada konsep tauhid. Dengan kata lain, tauhid adalah faham ketuhanan (teologi) Islam. Tauhid tersimpul dalam kredo persaksian (syahadat) Muslim, “tidak ada tuhan selain Tuhan (itu sendiri).” Kalimat tersebut terdiri dari dua konsep, yakni “menidak” (nafi), dan “meng-iya” atau peneguhan (itbat). “Menidak” adalah tindakan khas manusia, sebuah pola eksistensial (mengada). Inilah konsep destruksi tauhid: peruntuhan, dan penghancuran segenap tuhan-tuhan palsu. Destruksi tauhid merupakan keniscayaan, prasyarat mutlak untuk afirmasi, atau konstruksi tauhid: pengakuan kepada Tuhan Yang Esa, Allah.

Selanjutnya, Murtadha Muthahhari, ulama-filosof Iran, membagi tauhid menjadi dua, yaitu tauhid teoretis dan tauhid praktis. Tauhid teoretis terdiri dari: pertama, tauhid dzati yakni meyakini bahwa Allah adalah wajib al-wujud, Maha Esa, tidak ada dualitas atau pluralitas, dan tak memiliki kesamaan. (QS. 42:11, 112:4) Kedua, tauhid sifati, yaitu meyakini ketunggalan sifat dengan zat-Nya. Ketiga, tauhid fi’li adalah mempercayai bahwa Allah adalah pencipta, penguasa, dan pengatur kosmos raya. Sedangkan tauhid praktis adalah tauhid dalam ibadah (tauhid fi al-ibadah). Tauhid tipe ini memiliki dua sisi, yaitu sisi Allah dan sisi manusia. Sisi Allah adalah bahwa tidak ada satu pun yang berhak disembah selain Allah. Sisi manusianya adalah bahwa hamba-hamba (abid) tidak boleh menyembah sesembahan (ma’bud) selain Allah. Jadi, secara praktis, manusia-tauhid adalah individu yang menjadikan Allah sebagai alfa-omega, awal-akhir orientasi hidupnya.


Pandangan Dunia Tauhid

Manusia melihat dunia tidak dengan “mata polos”. Dunia dilihat sudah melalui “kacamata” paradigmatik tertentu. “Kacamata” untuk melihat dunia itu adalah jahan bini, world view atau weltanschauung atau vision de monde atau pandangan dunia. Rupa ekspresi pandangan dunia beraneka, mulai puisi, sajak-sajak, cerita-cerita rakyat, pepatah-pepatah dan sebagainya. Jenis pandangan dunia pun banyak macamnya. Mulai materialisme sampai idealisme memadati galeri pandangan dunia

Dalam Islam, tauhid bukan sekedar gugus keyakinan teologis, tetapi juga sebuah bingkai epistemologis. Dengan kata lain, tauhid adalah teropong realitas, cara memandang dunia. Oleh sebab itu, tauhid merupakan pandangan dunia.

Muthahhari mendefinisikan pandangan-dunia tauhid sebagai,” pemahaman bahwa alam dapat maujud melalui kehendak bijak, dan bahwa tatanan kemaujudan berdiri di atas dasar kebaikan dan rahmat, agar maujud-maujud dapat mencapai kesempurnaan mereka.” Dengan kata lain, alam semesta ini sumbunya satu (unipolar) dan orbitnya satu (uniaxial). Artinya, hakekat alam semesta ini berasal dari Allah/Inna Lillah dan akan kembali kepada-Nya/Inna ilaihi raji’un. Ali Shariati menjelaskan pula hal ini. Bagi Shariati:
”Pandangan dunia tauhid adalah pandangan terhadap seluruh alam semesta sebagai satu kesatuan, bukan membagi-baginya menjadi dunia dan akhirat, dunia fisik dan metafisik, substansi dan makna, atau materi dan jiwa. Ia berarti memandang keseluruhan wujud sebagai suatu bentuk tunggal, suatu organisme yang sadar dan hidup…banyak orang yang percaya pada tauhid, tetapi hanya sebagai teori keagamaan-filsafat : Tuhan itu satu–hanya itu! Tapi saya memahami tauhid sebagai pandangan dunia, sebagaimana saya juga memahami syirik (politheisme) juga dari sudut pandang yang sama, yakni sebagai suatu pandangan dunia yang menganggap alam semesta sebagai kombinasi yang tidak koheren, penuh pembagian, kontradiksi dan ketidakselarasan, memiliki kutub-kutub yang independen dan saling bertentangan, gerakan-gerakan yang bersimpangan, dan esensi-esensi, terpisah-pisah dan tidak saling terkait, berikut keinginan-keinginan, kalkulasi-kalkulasi, kriteria-kriteria, tujuan-tujuan dan kehendak-kehendak yang terpisah dan tidak saling terkait. Tauhid melihat dunia sebagasi satu imperium; syirik melihatnya sebagai suatu sistem feodal.”


Nestapa Manusia Modern

Bagaimana kita melihat realitas gaya hidup hedonis-materialistik dengan teropong tauhid? Dalam konsep tauhid, manusia dilihat sebagai kesatuan utuh dua dimensi: tubuh dan jiwa. Tubuh adalah aspek eksternal, lahiriah. Sedangkan jiwa adalah aspek internal, batiniah. Menurut Shariati, hidup manusia merupakan gerak bolak-balik, dialektika tubuh-jiwa. Maksudnya, manusia selalu berada dalam tarikan dua unsur kodratinya (realitas dialektis). Karena itu, tugas besar individu adalah bagaimana memoderasikan dua sisi tersebut.

Sayyed Hosein Nasr, perenialis kontemporer, mengungkapkan bahwa manusia modern lebih memperhatikan aspek luar dirinya. Akibatnya, manusia modern hidup di “pinggir lingkaran eksitensi”. Selanjutnya, ukuran kebermaknaan hidup pun diukur dari penjumlahan kuantitatif aspek eksternal, seperti kenikmatan material, kepuasan seksual, dan sebagainya, bukan penyempurnaan diri. Inilah awal mula perilaku hedonis-materialistik. Dengan kata lain, hedonisme-materialistik berakar pada pandangan-dunia yang keliru, yang melahirkan kegersangan spiritual, kekosongan makna hidup, dan keterasingan dari Yang Ruhani. Hal tersebut menciptakan manusia modern yang ringkih: rentan terserang stress, mudah terjangkit penyakit-penyakit kejiwaan. Yang direngkuh bukan makna hidup yang sejati, tetapi kepalsuan. Inilah, mengutip Nasr, nestapa manusia modern. Obat bagi nestapa tersebut adalah menggeser “modus mengada” dimulai dari basis kognitifnya, dari pandangan dunia palsu ke pandangan dunia sejati yang mampu memenuhi kebutuhan lahir-batin, tubuh-jiwa, jasad-ruh, yang menyediakan jalan kembali menuju pusat eksistensi dirinya sehingga bisa mengenal jati diri lebih utuh sekaligus menciptakan makna hidup yang hakiki.

Wa Allah a’lam bi al-shawabi

(Ruhullah/ABNS)

0 komentar:

 
AHLUL BAIT NABI SAW - DOA, BUKU, KHASANAH © 2013. All Rights Reserved. Powered by AHLUL BAIT NABI SAW
Top