Syaraf Al-Din ‘Amuli pada masa anti kolonialisme – dimana semarak dengan perpecahan dan perselisihan – memiliki aktifitas-aktifitas yang sangat berharga sekali dalam persatuan mazhab-mazhab Islam, terkhusus Syi’ah dan Sunnah.
Dalam makalah ini, setelah menjelaskan mengenai biografi beliau akan dikajikan aktifitas-aktifitas beliau dalam bidang persatuan dan Islam. Kemudian akan dianalisiskan mengenai karya-karya beliau terutama dua karya popular beliau, Al-Muraja’at dan Al-Fushul Al-Muhimmah yang mana memiliki kapital persatuan.
فرقتهما السیاسة، فلتجمعهما السیاسة
Semenjak pertama, politik memisahkan keduanya (Sunni dan Syi’ah) dan sekarang politik (dan kemaslahatan politik Islam) diharuskan mengumpulkan keduanya.
Allamah Sayyid Abd Al-Husain Syaraf Al-Din lahir di Kadzimain tahun 1290 Q. Ayah dan ibunda beliau, kedua-duanya adalah sadat. Ayah handanya adalah Sayyid Yusuf Syaraf Al-Din, sedangkan ibunya adalah Zahra, puteri Ayatullah Sayyid Hadi Sadr. Dari pihak ayah, nasab beliau sampai kepada Imam ke tuju Syi’ah, Imam Musa bin Ja’far (a.s). Beliau sampai umur delapan tahun menetap di Irak.; kemudian dikarenakan tamatnya pelajaran ayah handanya di Irak dan kembalinya beliau ke tempat kelahirannya, bersama keluarga kembali ke Jabal Amul, tanah air kakek-kakeknya.
Beliau menamatkan pelajaran mukaddimahnya di Jabal Amul dan beliau belajar Sharaf, Nahwu, mantiq, ma’ani dan bayan, serta suthuh’ fiqh dan ushul dari ayah handanya. Di umur 17 tahun, beliau menempuh perjalanan menuju Najaf dan bertahun-tahun belajar di hauzah Najaf. Beliau dalam Fikih, Ushul, hikmah, tafsir dan hadits sangat tekut dan giat sekali dan mendapatkan curahan dari ulama terkemuka zamannya. Para ulama besar yang menjadi guru sayyid Abd Al-Husain diantaranya adalah; Syaikh Husain Karbala’i, Syaikh Muhammad Thaha Najaf, Okhund Mulla Muhammad Kadzim Khurasani, Sayyid Muhammad Kadzim Yazdi, Sayyid Isma’il Sadr, Syaikh Al-Syari’ah Isfahani dan Sayyid Hasan Sadr. Beliau tidak hanya sibuk belajar di hauzah Najaf saja, bahkan juga melakukan perjalanan keKarbala, Kadzimain dan Samara sehingga mendapatkan curahan dari para ulama dan guru hauzah kota-kota tersebut serta melakukan diskusi dan dialog dengan mereka.
Setelah limabelas tahun belajar di hauzah Najaf dan kota-kota lainnya, akhirnya sampai pada tingkatan ijtihad dan disitu juga beliau menulis pembahasan fikih. Di umur 22, beliau melakukan perjalanan dari Najaf menuju Jabal Amul. Pada masa ini beliau adalah seorang mujtahid, dan ijtihad beliau sudah diterima oleh semua orang. Karena ulama yang hakiki tidak akan berhenti setelah mendapatkan ilmu yang poluler dan gelar ilmiah. Dan yang mendasar, sampainya pada gelar ini tidak dianggap sebagai sebuah tujuan, bahkan mencari sumber-sumber ilmu dan ma’rifah. Syaraf Al-Din juga menempuh jalan ini dan dengan menggunakan ilmu-ilmu yang sudah ada, beliau mencoba menerangkan dimensi-dimensi hikmah keimamahan dan falsafah politik serta pokok-pokok perselisihan dan persengketaan Syi’ah dan Sunnah.
Syaikh Tehrani berkenaan dengan beliau mengetakan: Syaraf Al-Din sudah membaca semua hadits-hadits yang di riwayatkan dari Rasul Saw, sahabat dan Ahlul Bait (a.s), baik dari Sunni maupun Syi’ah, itupun dengan detail dan dibarengi dengan pengidentifikasian; sampai pada batas, beliau sudah mengambil semua hadits yang ada. Dan dari sinilah beliau berhasil menunjukkan beberapa masalah serta menjelaskan hakikat, dimana banyak para ulama, sebelum tersebar luaskannya pena lepas dan suci beliau dalam hal tersebut, tidak memiliki pengetahuan akan permasalahan dan hakikat tersebut[1].
Salah satu poros penting yang di identifikasikan dan dikejar oleh beliau adalah sejarah Islam. Beliau dengan detail sekali membaca sanad, dokumen dan tulisan-tulisan sejarah Islam sehingga mengetahui mana yang mu’tabar dan mana yang tidak mu’tabar, serta memisahkan praduga dan khayalan dari hakikat.
Disamping memiliki kemahiran dalam ilmu hadits, beliau adalah seorang teolog yang handal. Dengan memperhatikan karya-karya Syaraf Al-Din, maka kita dapati bahwasanya beliau memaparkan permasalahan-permasalahan ideology dengan argumentasi rational.
Beliau juga mahir dalam bidang khitobah, syair dan prosa. Dikarenakan ceramah dan khotbah-khotbah beliau yang sangat efesien, maka beliau dikenal dengan orator ulung. Beliau melafazkan makna-makna yang menjulang dalam pakaian lafaz-lafaz yang indah. Ucapan fasih dan manis beliau menggambarkan akan penguasaannya terhadap poin-poin sastra dan keelokan balaghah. Dikatakan dalam pertemuan di Mesir, sewaktu Syaraf Al-Din menjelaskan salah satu khotba-khotbah cemerlangnya, salah seorang penulis wanita terkenal Mesir bernama May Ziadah[2] ikut hadir dalam pertemuan tersebut. Sewaktu dia melihat Syaraf Al-Din ketika berkhorbah bermain dengan cincinnya, mengatakan: saya tidak tahu apakah cincin lebih mengakrabkan jemarinya ataukah perkataan dan lafaz yang mengakrabkan lisannya[3].
Memalui prosanya, para pembaca yang tahu akan sastra dapat melihat dengan jelas mengenai metode khusus Syaraf Al-Din. Beliau juga memiliki buah tangan dalam sya’ir. Dan sya’ir-sya’ir beliau bermuara dari sentiment yang mendalam. Kebanyakan sya’ir-sya’ir beliau mengkisahkan masa remajaya[4].
Setelah kembalinya ke Libanon, Syaraf Al-Din melakukan dua peperangan; yang pertama perang melawan Fetodalism dan yang kedua melawan Kolonialism. Dengan jujur, Syaraf Al-Din dapat dikatakan sebagai ulama yang merintis peperangan melawan Kolonialis. Ketika kependudukan Libanon dan Suria berada ditangan Perancis, beliau berdiri menentang Kolonialis dan memberikan fatwa jihad. Dan dikarenakan inilah beliau diputuskan dihukum mati.
Beliau dua kali pergi ke Mesir; yang pertama sebelum pemberitaan hukuman mati dan untuk yang kedua kalinya adalah ketika orang-orang Perancis merasakan keberadaan beliau di Libanon sangat membahayakan bagi kemaslahatan politik dan tujuan-tujuan Kolonialisnya, maka beliau pergi berlindung ke Mesir. Disana beliau menyerukan persatuan dihadapan orang-orang asing kepada semuanya dan disana pula beliau menjelaskan jumlah populernya:
فرقتهما السیاسة، فلتجمعهما السیاسة
Yakni politik dan tujuan-tujuan politik memisahkan keduanya (Syi’ah dan Sunni) maka politik diharuskan mengumpulkan keduanya. Rasyid Ridha, penulis terkenal Mesir mencetak perkataan beliau ini di majalah Al-Manar[5].
Setelah sekembalinya dari perjalanan Mesir yang pertama kali, Sayyid masih tetap getol melanjutkan peperangan anti Kolonialismenya, sampai-sampai orang-orang Perancis mengutus salah seorang utusan untuk mendatangi rumahnya dan menangkapnya serta menyita dokumen dan tumor-tumor yang beliau kumpulkan melawan kolonialis Perancis; namun orang tersebut kembali dengan tangan kosong. Untuk selanjutnya rumah Syaraf Al-Din pun dibakar oleh orang-orang suruhan Kolonialis dan perpustakaan beliau yang mengandung karya-karya berharga beliau dan belum tercetak pun terlalap kobaran api.
Di akhir-akhir tahun 1338, beliau keluar dari Mesir. Dan supaya dengan dengan tanah airnya, maka beliau pergi ke Palestina, disanapun beliau juga melakukan aktifitas-aktifitas sosial dan acapkali menginvestigasi kondisi orang-orang terasing Libanon. Pada waktu itu Palestina berada dalam pendudukan Inggris. Dikarenakan sepupu (dari ibu) Syaraf Al-Din dibawah pengejaran Inggris, dikarenakan inilah beliau mendapatkan penghormatan dari orang-orang Perancis dan hukuman mati pun ditiadakan. Hal inilah dapat menyebabkan Syaraf Al-Din dapat kembali lagi ke tanah airnya.
Pada tahun 1340 H.Q. beliau bersiap melakukan perjalanan haji dan dari Beirut, dengan kapal beliau bersama-sama dengan beberapa temannya berangkat menuju rumah Allah. Di Saudi Arabia beliau mendapatkan sambutan yang sangat meriah sekali dari pihak Negara dan wakil raja waktu itu, Malik Husain. Dikarenakan hadirnya Syaraf Al-Din dalam haji tahun ini, maka dikenang sebagai paling semaraknya ritual-ritual haji pada hari-hari Makkah tersebut. Beliau bersama dengan Malik Husain ikut serta dalam mewangikan rumah Ka’bah dan dengan permintaannya untuk mendirikan shalat berjama’ah di Masjid Al-Haram. Ini adalah perama kalinya shalat berjama’ah di Masjid Al-Haram yang di imami oleh seorang ulama Syi’ah.
Dan semua orang-orang muslimin, baik dari Sunni maupun Syi’ah ikut shalat berjama’ah dibelakangnya. Disamping ini merupakan sebuah kebanggaan untuk Syaraf Al-Din, juga merupakan harapan yang beliau angan-angankan semenjak dahulu dimana Syi’ah dan Sunni dalam satu barisan dan dalam kiblatnya kaum muslimin dunia, dengan tanpa taqiyyah dan khawatir satu dengan yang lainnya, dengan bersaudara melaksanakan shalat berjamaah bersama-sama dengan cara Ahlul Bait (a.s)[6].
Salah satu perbuatan yang dilakukan oleh Sayyid Syaraf Al-Din dalam rangka persatuan Ahlus Sunnah dan Syi’ah adalah hari kelahiran Rasul Saw. Beliau melaksanakan acara kelahiran ini pada tanggal 12 Rabiul Awwal[7], sewaktu acara perayaan kelahiran di masjid dan di rumahnya sudah berakhir, maka beliau mendatangi perayaannya Ahlus Sunnah dan disana ikut serta menyelenggarakan acara perayaan dengan mereka.
Diantara pembaharuan-pembaharuan besar yang dilakukan oleh Sayyid Syaraf Al-Din adalah mendirikan madrasah-madrasah Islam dimana disitu mengajarkan pelajaran-pelajaran baru dan pengetahuan-pengetahuan Islam kepada putera dan puteri Islam secara gratis. Madrasah ini dibangun untuk mengimbangi Madrasah Tabsyir[8] dan sekolah-sekolah Negara yang dikelola dengan metode Barat.
Allamah Sayyid Syaraf Al-Din dalam maqom pembaharu muslimin dan pemimpin politik – ideology orang-orang syi’ah, dan lebih tepatnya kami mengatakan kaum muslimin Libanon terhadap masalah-masalah politik yang terjadi di Negara-negara Islam tidak akan tidak peduli. Dikarenakan inilah beliau sangat mendukung sekali pergerakan freedom dan pergerakan-pergerakan revolusi di kawasan-kawasan Islam.
Industri perminyakanIranpada tahun 1329 Syamsi (1370 H.Q) menasionalis. Syaraf Al-Din mengetahui dengan sangat baik akan pergerakan, maksud serta tujuan-tujuan para pemimpin pergerakan diIranini. Dan masyarakat Libanon ikut juga memenangkan pergerakan nationalis ini. Sampai ketika perjalanan Ayatullah Kasyani ke Libanon (1331 H.Q) dan perjumpaan beliau dengan Sayyid Syaraf Al-Din, masyarakat Libanon pun juga menyambut beliau dengan senang hati dan Ayatullah Kasyani pun sangat merasa kagum sekali akan pengetahuan orang-orang Libanon mengenai permaslahan-permalahan Iran.
Syahid Nawwab Safawi pada tahun 1332 Syamsi dalam puncak peperangan (Fidaiyan Islam), juga melakukan perjalanan ke Negara-negera Barat. Dan ditengah perjalanan guna ikut serta dalam konfrens Quds, suatu malam beliau menjadi tamunya Allamah Syaraf Al-Din dan disitu beliau berbincang-bincang mengenai masalah-masalah penting politik dan sosial Negara-negara Islam.
Sayyid Syaraf Al-Din setelah melewatkan umurnya dengan usaha dijalan persatuan kaum muslimin dan memerangi kolonialis serta membuahkan karya-karya yang beraneka ragam dalam mengenal mazhab Syi’ah dan menyeru pada persatuan kaum muslimin, akhirnya pada 1377 H.Q. di Libanon beliau meninggal dunia dan tubuh beliau dikuburkan di Najaf Asyraf disamping kakek beliau, Ali bin Abi Thalib (a.s).
Setelah melihat secara global akan kehidupan Allamah Syaraf Al-Din yang penuh dengan kandungan, maka kami akan mengemukakan karya-karya dan pemikiran-pemikiran beliau.
Sebagaimana yang telah kami isaratkan sebelumnya, semua jerih payah beliau dalam rangka persatuan Islam[9] guna menentang Kolonialis dan demi keagungan dunia Islam. Dikarenakan inilah, guna menjelaskan hakikat maka beliau menulis kitab Al-Fushul Al-Muhimmah. Ini merupakan kitab pertama beliau dan pada hakikatnya adalah cakrawala dan penjelas persatuan Islam. Beliau disela-sela kitab Fushul ini menjelaskan beberapa hal dimana guna menyadarkan kaum muslimin Ahlus Sunnah dan Syi’ah sangat bermanfaat sekali. Dan berkeyakinan bahwa mengetahui permasalahan-permasalahan ini sangat berguna sekali dalam melanggenggkan hubungan Ahlus Sunnah dan Syi’ah serta menenangkan diantara mereka. Syaraf Al-Din diawal kitabnya mengatakan: hanya dan hanya dengan persatuan Islam sajalah aksi-aksi rekontruksi akan terselaraskan, sarana-sarana kemajuan akan tersiapkan, ruh peradaban akan termanifestasikan, kecermelangan ketenangan dalam ufuk kehidupan akan tersinarkan serta gander kebudakan akan terangkat dari leher semuanya[10].
Kitab ini ditulis pada tahun 1327 H.Q. karya berharga Syaraf Al-Din yang lain adalah kitab Al-Muraja’at. Kitab ini merupakan kenangan perjalan pertama beliau yang penuh dengan kandungan ke Mesir. Syaraf Al-Din mengetahui bahwa titik penting untuk mencapai tujuan adalah Unv. Al-Azhar, paling besarnya markas ilmiah dan agama kaum muslimin Ahlus Sunnah. Beliau berkunjung ke Unv. Al-Azhar dan melakukan dialog dan pembahasan dengan Syaikh Salim Basri, salah seorang ulama dan ustadz terkemuka Ahlus Sunnah Unv. tersebut. Syaraf Al-Din juga mendapati Syaikh Salim sebagai seorang yang alim dan memiliki fadhilah. Mereka dimana keduanya mengetahui metode dan akhlak pembahasan ilmiah dan dialog dengan sangat baik, mereka memulai pembahasan dalam bentuk 112 surat yang sudah terterakan dalam kitab Al-Muraja’at. Surat-surat Syaikh Salim dengan berinisialkan “S” dimana merupakan perwakilan dari nama Salim, dan juga Sunni dan suratnya Syaraf Al-Din dengan berinisialkan “Sy” dimana disamping mengisyaratkan akan gelarnya Syaraf Al-Din, juga mengisyaratkan akan mazhabnya, Syi’ah[11].
Dua ulama terkemuka ini, dalam surat-suratnya sangat banyak sekali membahas tentang hakikat. Kitab ini merupakan langkah yang menjulang dalam jalan persatuan dan pemahaman Islam serta menjelaskan dan menerangkan hakikat-hakikat muslim. Al-Muraja’at berkali-kali di Negara-negara yang berbeda telah dicetak. Dan juga telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dan Urdu (juga ke dalam bahasaIndonesia).
Syaraf Al-Din bekenaan dengan ide pemunculan persatuan Islam dalam benaknya menuliskan di dalam mukaddimah kitab Al-Muraja’atnya: …ide penulisan kitab ini, sebelum penulisan (surat-surat tersebut) sudah ada pada diri saya dan memiliki pedahuluan-pendahuluan yang lebih panjang.
Pemikiran ini sudah muncul di benak saya semenjak dimasa remaja dan selalu dan disemua tempat bergerak bersama saya, laksana cahaya kilat ditengah-tengah awan yang memercik di jiwaku serta mendidihkan darahku…selalu mengarah kepada kebenaran sehingga mampu menghilangkan keburukan dan fitnah-fitnah yang ada dikalangan muslimin dan memutuskan akarnya, tersingkapkan tirai-tirai kebodohan dan permusuhan dari mata mereka, sehingga melihat kehidupan dari sudut hakikatnya. Kembali kepada pokok agama dan mazhabnya dimana menjaga hal tersebut adalah wajib bagi kaum muslimin. Kesemuanya berpegang teguh pada tali persatuan agama dan dengan dibawah panji kebenaran, bersegera menuju ilmu dan amal, merupakan sudara yang baik dan suri tauladan dimana setiap darinya merupakan sandaran dan penolong bagi selainnya….dengan melihat kondisi kaum muslimi (Syi’ah dan Sunni) yang sangat simpati ini serta perselisihan dan persengketaan yang tak berguna ini yang memisahkan diantara mereka, sangat menggelisahkan dan menyedihkan hatiku sampai pada akhirnya pada tahun 1329 H.Q. saya pergi ke Mesir dengan harapan sampai kepada tujuan saya yang terpendam serta dapat menemukan jalan persatuan dan kesatuan kaum muslimin dan saya menggunakan pena-pena mereka di jalan ini…diilhamkan kepada saya dimana sampai kepada sebagian dari harapan-harapan saya, saya bertemu dengan seseorang dimana saya ketengahkan pandangan-pandangan saya dan saya menemukan jalan yang benar guna meraih tujuan ini (persatuan Islam)…[12].
Salah satu penginventigasi Mesir, Doktor Hamid Hanafi Dawud, salah seorang Ustadz Unv. Ain Syams Kairo, dalam mukaddimah yang ditulis dalam kitab Al-Muraja’at mengatakan: pentingnya kitab Al-Muraja’at dapat diketahui dengan baik ketika kita merujuk pada masa pempublikasiannya dan ketika berada di tangan Sunni dan Syi’ah sehingga mereka membacanya. Penulis kitab ini terpubliksikan pada abad ke empat belas, ditengah-tengah sepuluh pertiga dan seperempat abad ini, dimasa yang kemelut yang berbahaya dimana tangan-tangan Kolonialis bermain dengan nasib kaum muslimin dan untuk sampai kepada tujuan-tujuan rendahnya, tidak memiliki caya yang lebih baik dari memecah belah diantara kaum muslimin dan mengambil keuntungan dari peselisihan mazhab tersebut. Mereka dengan cara seperi ini berusaha untuk melengserkan keagungan dunia Arab dan Islam. Dan perpecahan ini mencapai puncaknya di awal-awal abad ini[13].
Adapun karya popular Syaraf Al-Din yang lain adalah kitab Al-Nash wa Al-Ijtihad dimana dalam diterjemahkan kedalam bahasa persi dengan nama Ijtihad dar Muqobele Nash (ijtihad dihadapan Nash). Karya ini hasil dari keyakinan mantap Syaraf Al-Din yang komitmen dengan matan-matan Islam dan nash (Al-Qur’an dan hadits-hadits mu’tabar dar Rasul Saw). kitab Ijtihad dar Muqobele Nash mencakup amalan-amalan dan hukum serta fatwa-fatwa dimana bersumber dari sebagian pemuka sahabat yang hidup di masa hidup Rasulullah Saw. dan setelah meniggalnya beliau; sebagian darinya dengan sangat gamblang kontradiksi dengan nash-nash kitab dan sunnah[14].
Permasalahan ini yakni oposisi ijtihad dan nash dan keyakinan Syaraf Al-Din adalah tidak boleh lalai dari ayat dan hadits serta sumber utama pemahaman agama adalah Al-Qur’an dan hadits, dari sisi pembahasan Imamah dan politik Islam memiliki faidah tersendiri. Dalam penjelasan falsafah politik Islam dan penjelasan pokok dan dasar-dasar ke imamahan tidak ada argumentasi rational dan mukaddimah filsafat dan teology yang lebih melazimkan dari ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits-hadits mu’tabar Nabi Saw.
Keyakinan ini, merupakan salah satu jalan persatuan Islam; menurut keyakinan pemilik kitab Al-Nash wa Al-Ijtihad, semua kaum muslimin, semuanya mengikuti satu kitab dan satu Nabi dan dalam masalah yang diperselisihkan (tidak disepakati) diharuskan untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan hadits. Dan melihat apakah perkara tersebut diisaratkan dalam Al-Qur’an dan hadits ataukah tidak. Isarat dan penjelasan ayat dan hadits-hadits ini harus dijadikan hujjah sehingga perselisihanpun terselesaikan[15].
Adapun karya-karya Sayyid Abd Al-Husain Syaraf Al-Din yang masih tersisa diantaranya adalah:
– Al-Kalimah Al-Gharra’ Fi Tafdhil Al-Zahra’: berkenaan dengan keutamaan Sayyidah Zahra (a.s).
– Abu Hurairah: sebuah kitab yang menginvestigasikan mengenai beografi dan mengenal Abu Hurairah serta kemuktabaran hadits-hadits yang dinukilkan darinya.
– Al-Majalis Al-Fakhirah Fi Ma’tam Al-Itrah Al-Thahirah: merupakan kitab mukaddimah untuk kitab dengan nama yang sama ini yang terdiri dari empat jilid, yang sudah hilang dan hanya kitab mukaddimah ini saja yang masih tersisa dan merupakan penjelasan mengenai pergerakan Asyura’ dan dampak-dampaknya dalam kelanggengan Islam serta falsafah politik dan social syiar-syiar Husaini (a.s).
– Falsafah Al-Mitsaq wa Al-Wilayah: berkenaan dengan Mitsaq Azali Tuhan dan penjelasan ayat Alastu bi rabbikum, dan penjelasan mengenai wilayah.
– Ajwibah Masa’il Jarullah: jawaban ilmiah dan bersanad terhadap Musa Jarullah, yang dipertanyakan kepada salah seorang ulama Syi’ah dalam duapuluh pertanyaan. Sang penulis dalam mukaddimah kitab ini juga menyeru kaum muslimin pada persatuan dan diakhir juga menunjukkan bahwa Musa Jarullah dan sebagian penulis-penulis lainnya tidak mengetahui kitab-kitab dan manba’-manba’ Syi’ah.
– Masa’il Fiqhiyyah: mencakup pembahasan-pembahasan secara mendetail dalam bidang fikih tatbiqi, dimana dalam pembahasan-pembahasan ini permasalahan tersebut dipaparkan berdasarkan fikihlima mazhab Islam.
– Kalimah Haula Al–Ru’yah: sebuah risalah yang mencakup pembahasan-pembahasan ilmiah dan ideology yang detail.
– Ila Al–Majma’Al-Ilmi Al-Arabi Bi Damisq: pembahasan mengenai tuduhan-tuduhan memecah belah majma’ ilmiah Damisq yang pada waktu itu sangat anti sekali dengan Syi’ah. Dan beliau membisikkan seruan persatuan Islam.
– Tsabt Al-Iman Fi Silsilat Al-Ruwah: menuturkan para guru dan Syaikh sang penulis dari ulama-ulama mazhab Islam.
– Muallifu Al-Syi’ah Fi Sadr Al-Islam: sebuah tulisan berkenaan dengan pertama kalinya penulis dan pengarang Syi’ah dari era awal Islam sampai masa Imam Hadi (a.s) (kebanyakan sumber-sumber ini diambil dari kitab-kitab Ahlus Sunnah).
– Zainab Al-Kubra: berkenaan dengan pesan-pesan revolusi Karbala Sayyidah Zainab (a.s).
Bughyat Al-Raghibin Fi Ahwal Ali Syaraf Al-Din: sebuah kitab sastra, sejarah, rijal, dalam menjelaskan kondisi ulama-ulama keluarga Syaraf Al-Din dan keluarga Sadr serta menuturkan karya dan kondisi serta para ustadz dan para murid[16].
[1]
Nuqoba’ Al-Basyar, Syaikh Bozorg Tehrani juz 3 hlm 1083. dinukilkan
dari Syaraf Al-Din, Muhammad Ridha Hakimi, daftar Nasyr Farhagh Islami
hlm 55 cetakan 10, 1375.
[2] Seorang penulis dan sastrawan Libanon, memiliki banyak karya diantaranya: Bahitsah Al-badiyah, Al-Mutsawat dan Sanawij Fatatin.
[3] Dinukilkan dari Syaraf Al-Din, Muhammad Ridha Hakimi hlm 72-73.
[4] Mukaddimah Ijtihad Dar Muqobele Nash, penerjemah Ali Dawani hlm 11.
[5]
Mukaddimah Ijtihad Dar Muqobele Nash, penerjemah Ali Dawani hlm 14,
Dinukilkan dari Syaraf Al-Din, Muhammad Ridha Hakimi hlm 200.
[6]
Dinukilkan dari Syaraf Al-Din, cawus wahdat, Musthafa Quli Zadeh hlm
144, markas dan nashr Sazeman tablighat Islami, cetakan pertama, 1372.
[7]
Sesuai dengan keyakinan Syi’ah, hari kelahiran Rasul Saw. adalah 17
Rabiul Awwal, dan 12 Rabiul Awwal sesuai dengan riwayatnya Ahlus Sunnah
dimana 12-17 dikenal dengan hari persatuan.
[8] Madaris Tabsyiri: sekolah Tablighat Masih.
[9]
Apa yang dimaksud dari persatuan Islam? Apakah yang dimaksudkan dari
ini adalah hanya salah satu saja dari mazhab Islam yang terpilih dan
mazhab yang lalinnya disingkirkan? Ataukah maksudnya adalah mengambil
titik temu yang ada pada semua mazhab, menyingkirkan titik tolak yang
ada pada mereka dan memprakarsakan mazhab baru dengan metode seperti
ini, dimana tidak ada yang menyerupai sama persisi dengan mazhab yang
ada? Ataukah persatuan Islam tidak ada sangkut pautnya sama sekali
dengan persatuan mazhab dan yang dimaksudkan dari persatuan Muslimin
adalah persatuan para pengikut mazhab-mazhab yang beraneka ragam,
meskipun berselisih mazhab, melawan orang-orang asing? Syahid Muthahari
(yad Nameh Allamah Amini), makalah Al-Ghadir dan wahdat Islami hlm
231-242, dinukilkan dari Syaraf Al-Din, Muhammad Ridha Hakimi hlm 128.
[10] Syaraf Al-Din, Muhammad Ridha Hakimi hlm 123.
[11] lihat Alamah Syaraf Al-Din, Cawus wahdat, Musthafa Quli Zadeh hlm 80-85, dan Syaraf Al-Din, Muhammad Ridha Hakimi hlm 136-138.
[12] Al-Muraja’at, Mukaddimah hlm 25, dengan penukilan dari Syaraf Al-Din, Cawus wahdat, Musthafa Quli Zadeh hlm 84-85.
[13] Al-Muraja’at, Mukaddimah hlm 7-8, dengan penukilan dari Syaraf Al-Din, Muhammad Ridha Hakimi hlm 208.
[14] Mukaddimah Syaikh Muhammad Taqi Hakim atas Ijtihad Dar Muqobele Nash, penerjemah Syaikh Ali Dawani hlm 30.
[15]
Perlu diingatkan untuk merujuk pada matan-matan ini terdapat beberapa
syarat yang lazim sehingga ayat-ayat serta hadits-hadits yang telah
diistinbatkan dapat diterima: yang pertama adalah berdokumen dan yang
lainnya adalah tafaqquh. Yakni para peujuk matan baik dari Al-Qur’an
maupun hadits diharuskan memiliki pengetahuan yang mencukupi untuk
merujuk. Dan juga harus memiliki kemahiran dalam bidang ilmu rijal,
diroyah hadits dan fiqh hadits. Dan yang lainnya lagi adalah memmiliki
pemahaman yang detail dalam semua sisi dan tidak sepetik-petik dari ayat
dan hadits.
[16]
Untuk mengetahui karya-karya Sayyid Syaraf Al-Din lebih lanjut, Anda
dapat merujuk pada Syaraf Al-Din, Cawus wahdat, Musthafa Quli Zadeh hlm
189-192 dan Syaraf Al-Din, Muhammad Ridha Hakimi. (hauzahmaya.com/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar