SELAMAT DATANG DI AHLUL BAIT NABI SAW

AHLUL BAIT NABI SAW: Media Agama Dan Hati Umat Islam * Media Persatuan dan Kesatuan Sunni Dan Syiah


Menurut Syiah, Rasulullah saw tidak pernah mengajarkan dilaksanakannya shalat sunah secara berjama’ah; bahkan di jaman khalifah Abu Bakar pun hal itu tidak pernah dilakukan.

Salah satu kritikan yang diutarakan kepada orang-orang Syiah di bulan Ramadhan adalah, mengapa orang Syiah tidak melakukan shalat terawih? Padahal madzhab-madzhab lainnya sangat menekankan shalat Terawih sedangkan Syiah tidak melaksanakan sunah tersebut? Aneh sekali!

Bagaimana sih shalat Terawih itu?
Pada hakikatnya, Terawih atau Tarawih adalah bentuk jamak (plural)-nya kata Tarwihah, yang artinya adalah duduk beristirahat usai melaksanakan empat rakaat dari shalat-shalat mustahab di bulan Ramadhan.

Ahlu Sunnah mengerjakan shalat Terawih secara berjamaah, padahal shalat itu sunah (tidak wajib). Pada dasarnya, memang shalat-shalat sunah di bulan Ramadhan, selain shalat nafilah malam, disunahkan untuk menambahkan 20 rakaat shalat sunah di 20 malam pertama dan 30 rakaat shalat sunah di 10 malam terakhir; semua madzhab sepakat dengan adanya shalat-shalat sunah itu, namun mengerjakan shalat-shalat tersebut secara berjamaah-lah yang bermasalah.

Syiah Imamiyah menganggap dilaksanakan ibadah tersebut dengan cara demikian sebagai amalan di luar syariat, bahkan bid’ah yang diciptakan oleh sebagian sahabat. Bahkan dikenalnya Rasulullah saw tidak melaksanakan shalat sunah seperti itu di masjid.

Abdullah bin Sa’ad bertanya pada Rasulullah saw: “Manakah yang lebih baik, melaksanakan shalat sunah di masjid atau di rumah?” Beliau menjawab: “Tidakkah engkau melihat betapa dekat rumahku dengan masjid? Namun meski demikian aku lebih suka mengerjakan shalat-shalatku di rumah, kecuali shalat wajib.”[1]

Beliau juga bersabda: “Hendaknya kalian shalat di rumah-rumah kalian; karena sebaik-baiknya shalat adalah shalat yang dilaksanakan di rumah kecuali shalat-shalat wajib.”[2]

Shalat Terawih bukan sunah Nabi
Disebutkan dalam sebuah riwayat di Shahih Bukhari secara jelas bahwa melaksanakan shalat sunah di malam bulan Ramadhan secara berjamaah adalah bid’ah khalifah kedua. Diriwayatkan dari Ibnu Shahab dan dia menukil dari Abdurrahman bin Abdul Qari: “Di salah satu malam-malam bulan Ramadhan pergi ke masjid bersama Umar bin Khattab. Aku melihat orang-orang bersebaran, sebagian orang shalat sendiri-sendiri dan sebagian lain bersama kelompoknya masing-masing. Kemudian Umar bin Khattab berkata: “Menurutku alangkah baiknya jika mereka shalat di belakang satu imam.” Lalu ia memerintahkan Ubai bin Ka’ab untuk menjadi imam shalat. Di malam berikutnya aku datang ke masjid lagi bersamanya dan kami melihat orang-orang melakukan shalat sunah bulan Ramadhan secara berjamaah. Umar bin Khattab berkata dengan bahagia: “Betapa bid’ah yang baik.”[3]

Ibnu Abdul Barr dalam Al-Isti’ab berkata: “Dialah (Umar bin Khattab) yang membuat bulan Ramadhan bercahaya dengan adanya shalat sunah berjama’ah.”[4]

Pendapat Ahlul Bait as tentang shalat Terawih
Imam Shadiq as berkata: “Melaksanakan shalat Terawih secara berjamaah tidak diperbolehkan.”[5]

Dalam riwayat lain disebutkan: Ketika Imam Ali as berada di Kufah, orang-orang mendatangi beliau dan memintanya untuk menjadi imam shalat Terawih berjamaah. Imam Ali as menolak permintaan mereka dan mencegah mereka mengerjakan shalat tersebut secara berjama’ah.[6]

Sulaim bin Qais juga pernah menukil dari Imam Ali as, bahwa beliau berkata: “Sumpah demi Tuhan! Aku telah memerintahkan semua orang untuk tidak melaksanakan shalat berjama’ah kecuali untuk shalat wajib dan aku katakan kepada mereka bahwa melakukan shalat nafilah berjama’ah adalah bid’ah. Kemudian sebagian dari prajuritku berteriak kesal: ‘Duhai penghuni agama Islam! Sunah Umar telah dirubah! Ia mencegah kita melakukan shalat sunah di bulan Ramadhan!’ Sampai aku khawatir saat itu terjadi pertikaian di antara prajurit-prajuritku.”[7]

Ibadah malam-malam Ramadhan menurut Ahlul Bait as
Syaikh Thusi meriwayatkan dari Mas’adah bin Shadaqah dari Imam Shadiq as, bahwa Imam berkata: “Cara Rasulullah saw di malam Ramadhan (dalam beribadah) adalah sebagai berikut: Beliau menambahkan jumlah rakaat shalat-shalat nafilah (shalat sunah usai shalat) usai Maghrib dan Isya’. Di 20 malam pertama Ramadhan 20 rakaat, yakni 8 rakaat usai Maghrib dan 12 rakaat usai Isya’. Kemudian di sepuluh malam terakhir beliau melaksanakan 30 rakaat shalat sunah,  yakni 12 raka’at usai Maghrib dan 18 raka’at usai shalat Isya’. Beliau juga banyak berdoa dan bertahajud. Di malam 21 beliau juga melaksanakan shalat sunah 100 raka’at dan begitu juga di malam 23 menunaikan shalat sunah 100 raka’at. Beliau selalu menghidupkan malam-malam (tidak tidur karena beribadah).”[8]

Rujukan:
[1] Musnad Ahmad, jil. 4, hal. 342.
[2] Ibid, jil. 5, hal. 184.
[3] Shahih Bukhari, jil. 2, hal. 308, bab Kitab Shalat Tarawih, h. 2010.
[4] Al-Isti’ab, jil. 3, hal. 1145.
[5] Biharul Anwar, jil. 10, hal. 363.
[6] Wasailus Syi’ah, jil. 8, hal. 47, h. 10066.
[7] Ibid, hal. 46, 10065.
[8] Al-Tadzhib, jil. 3, hal. 62, Al-Istibshar, jil. 1, hal. 462, h. 1791, Wasailus Syi’ah, jil. 8, hal. 29, h. 2. (shiayan.ir/shia-online.ir/ABNS)

0 komentar:

 
AHLUL BAIT NABI SAW - DOA, BUKU, KHASANAH © 2013. All Rights Reserved. Powered by AHLUL BAIT NABI SAW
Top