Shalat berjama'ah di karbala (Irak).
SOAL 551:
Apa niat imam shalat jamaah? Apakah ia berniat berjamaah atau perorangan?
JAWAB:
Jika ingin memperoleh keutamaan jamaah, maka ia wajib niat menjadi imam dan jamaah. Jika melakukan shalat tanpa niat sebagai imam, maka shalatnya dan keikutsertaan orang-orang lain dengannya (iqtida’) tidak bermasalah (la isykal).
SOAL 552:
Di daerah-daerah militer saat shalat jamaah dilaksanakan -pada jam kerja- terdapat sejumlah orang tidak bergabung dalam shalat jamaah karena kondisi pekerjaan, padahal pekerjaan itu dapat dilakukan setelah jam kerja atau pada hari berikutnya. Apakah perbuatan ini dianggap sebagai ‘meremehkan’ shalat jamaah?
JAWAB:
Ikut-serta dalam shalat jamaah tidak wajib pada dasarnya. Namun pada saat yang sama bergabung dengan jamaah itu lebih utama. Sebagaimana untuk memeperoleh keutamaan shalat pada awal waktu dan shalat jamaah, hendaknya pekerjaan-pekerjaan kantor diatur sedemikian rupa sehingga dapat melaksanakanfaridhah ilahiyah ini secara berjamaah dengan waktu yang sesingkat mungkin.
SOAL 553:
Apa pendapat Anda tentang melakukan amalan-amalan mustahab, seperti shalat mustahab atau doa tawashshul, dan doa-doa panjang yang dilakukan sebelum atau sesudah atau saat sedang shalat jamaah di instansi-instansi pemerintah dan diadakan di mushalla kantor yang sampai memperpanjang waktu shalat jamaah?
JAWAB:
Doa-doa dan amalan-amalan mustahab yang melebihi pelakasanaan faridhah ilahiyah dalam bentuk berjamaah yang merupakan salah satu syiar Islam ini, Jika menyebabkan terbuangannya jam kerja dan terlambat melakukan kewajiban-kewajiban, maka hal itu (dianggap) bermasalah.
SOAL 554:
Apakah sah mendirikan shalat jamaah lain di tempat diselenggarakannya shalat jamaah dalam jumlah besar yang berjarak 50 atau 100 meter sehingga suara adzan dan iqamahnya (bisa) terdengar?
JAWAB:
Tidak ada masalah mendirikan shalat jamaah lain. Hanya saja sepantasnya orang-orang mukmin berkumpul satu tempat dan semuanya menghadiri shalat dalam satu jama’ah demi mengagungkan upacara-upacara keagamaan shalat jamaah.
SOAL 555:
Ketika shalat jamaah dilaksanakan di masjid, seseorang atau sejumlah orang melakukan shalat sendiri-sendiri dengan tujuan melemahkan dan dan menganggap fasiq imam jamaah. Apa hukum perbuatan demikian?
JAWAB:
Perbuatan itu bermasalah (isykal), sebab tidak boleh melemahkan shalat jamaah, menghina dan melecehkan imam jamaah yang diyakini oleh orang-orang sebagai orang yang adil (tidak fasiq).
SOAL 556:
Di sebuah daerah terdapat sejumlah masjid yang seluruhnya dijadikan sebagai tempat pelaksanaan shalat jamaah. Ada sebuah rumah terletak di antara dua masjid dan berjarak dari salah satunya sepuluh rumah dan dari yang lain dua rumah. Di rumah itu didirikan shalat jamaah. Apa hukumnya?
JAWAB:
Mendirikan shalat jamaah sepatutnya menjadi sarana persatuan dan kerukunan, bukan dasar untuk menciptakan iklim perselisihan dan perpecahan. Mendirikan shalat jamaah di rumah yang berdampingan dengan masjid, selama tidak menyebabkan perpecahan dan perselisihan, tidak apa-apa.
SOAL 557:
Apakah boleh seseorang, tanpa memperoleh izin dari imam tetap (ratib) masjid yang direkomendasi oleh Pusat Urusan Masjid, mendirikan shalat jamaah di masjid tersebut?
JAWAB:
Mendirikan shalat jamaah tidak bergantung pada izin dari imam tetap, namun, lebih baik untuk tidak mengganggu imam tetap tersebut ketika berada di masijd pada waktu shalat untuk mendirikan shalat jamaah di situ, bahkan boleh jadi haram mengganggunya jika menyebabkan timbulnya fitnah dan sebagainya.
SOAL 558:
Jika imam jamaah kadang kala berbicara atau bergurau dengan cara yang tidak wajar dan tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang ulama. Apakah hal ini menggugurkan sifat adil-nya?
JAWAB:
Masalah ini terserah pada penilaian para mushalli (jamaah shalat). Jika tidak bertentangan dengan syari’ah dan tidak bertolakan kehormatan (muru ah), maka tidak menodai sifat adil.
SOAL 559:
Apakah boleh bermakmum dengan imam jamaah tanpa dasar pengetahuan yang sebenarnya tentang dia?
JAWAB:
Jika makmum dengan suatu cara telah mendapatkan kepastian bahwa orang itu adil, maka boleh bermakmum dengannya, dan shalat jamaah sah hukumnya?
SOAL 560:
Jika seseorang yakin bahwa si fulan adalah seorang yang adil dan bertaqwa, namun juga yakin bahwa ia mendzaliminya dalam kasus-kasus tertentu, apakah boleh menganggapnya adil secara umum?
JAWAB:
Sebelum memastikan bahwa perbuatan orang yang dianggap zalim itu dilakukan atas dasar pengetahuan, keinginan, dan kehendak, dan tanpa alasan pembenaran syar’i, maka ia tidak boleh menghukuminya sebagi fasik.
SOAL 561:
Apakah boleh bermakmum dengan imam jamaah yang dapat melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, namun tidak melakukannya?
JAWAB:
Meninggalkan amar ma’ruf yang dimungkinkan akibat alasan yang dapat diterima dalam pandangan mukallaf, tidak menodai ke-adil-annya, dan tidak ada larangan bermakmumdengannya.
SOAL 562:
Apa arti ‘adalah’ (ke-adil-an) itu menurut Anda YM!
JAWAB:
Ia adalah kondisi psikologis yang mendorong untuk menetapi ketaqwaan dan mencegah dari keterlibatan dalam perbuatan-perbuatan yang diharamkan secara syar’i. Untuk memastikannya, cukup dengan mengetahui kebaikan lahiriah yang menyingkap dugaan adanya ‘adalah tersebut.
SOAL 563:
Kami, sejumlah pemuda, duduk bersama di ‘diwaniyah-diwaniyah’ dan ‘husainiyah-husainiyah’ dan ketika tiba waktu shalat, kami meyuruh salah seorang yang adil untuk menjadi imam shalat (jamaah). Namun sebagian teman mempermasalahkan shalat tersebut dan berkata, bahwa Imam Khomaini (qs) mengharamkan shalat di belakang selain ulama. Apa kewajiban kami?
JAWAB:
Jika saudara-saudara yang mulia dapat melaksanakan dengan mudah shalat faridhah dibelakang ulama (yang terbukti layak dijadikan imam jamaah) hendaknya tidaak bermakmum kepada selain ulama.
SOAL 564:
Apakah dua orang boleh melaksanakan shalat jamaah?
JAWAB:
Jika yang anda maksud adalah pelaksanaan shalat jamaah yang terdiri atas satu imam dan satu makmum, maka tidak ada masalah (la isykal).
SOAL 565:
Seorang makmum membaca Al-fatihah dan surah dalam shalat dhuhur dan ashar ketika melaksanakan shalat jamaah, padahal kewajiban (membaca Al-fatihah dan surah) itu gugur dalam shalat jamaah. Namun, ia melakukannnya demi menjaga konsentrasi dan agar pikirannya tidak melayang. Apa hukum shalatnya?
JAWAB:
Makmum dalam shalat ikhfatiyah seperti dhuhur dan ashar wajib diam (tidak membaca) ketika imam sedang membaca Al-fatihah dan surah. Ia tidak boleh membaca, meskipun dengan tujuan menjaga konsentrasi pikirannya.
SOAL 566:
Jika imam shalat jamaah menggunakan sepeda motor untuk menuju (tempat) shalat jamaah dengan tetap mematuhi peraturan lalu lintas, apa hukumnya?
JAWAB:
Hal itu tidak menggugurkan sifat adil dan tidak mengganggu keabsahan menjadi imam.
SOAL 567:
Jika kami tidak sempat mengikuti shalat jamaah karena sudah memasuki bagian akhir, dan untuk memperoleh pahala berjamaah, kami melakukan ‘takbiratul ihram’ dan duduk dalam posisi berjauhan (kedua lutut tidak menyentuh tanah) dan bertasyahhud bersama imam, dan seusai imam melakukan ‘taslim’ (membaca salam), kami berdiri dan memulai shalat dari rakaat pertama. Yang kami tanyakan, apakah boleh melakukan cara demikian dalam tasyahhud rakaat kedua dari shalat yang berjumlah empat rakaat?
JAWAB:
Cara tersebut hanya (berlaku) pada tasyahhud terakhir shalat imam jamaah dalam rangka meraih pahala berjamaah.
SOAL 568:
Apakah boleh imam jamaah mengambil upah atas sholat yang dilakukannya?
JAWAB:
Tidak boleh, kecuali upah tersebut untuk muqadimah kedatangan dia ke tempat tersebut.
SOAL 569:
Apakah imam jamaah boleh mengimami dua shalat ‘Ied atau dua shalat apapun dalam satu waktu?
JAWAB:
Tidak ada masalah (la isykal) mengulangi shalat jamaah sekali lagi untuk makmum-makmum lain dalam shalat-shalat wajib harian, bahkan hal itu dianjurkan (mustahab), sedangkan dalam shalat ‘Ied, hal itu bermasalah.
SOAL 570:
Ketika imam jamaah sedang berada pada rakaat ketiga atau keempat shalat isya’, sedangkan makmum berada pada rakaat kedua, apakah makmum wajib membaca Al-fatihah dan surah dengan suara luar (jahr)?
JAWAB:
Ia wajib membaca Al-fatihah dan surah dengan suara dalam (ikhfat).
SOAL 571:
Jika setelah melaksanakan shalat jamaah (setelah mengucapkan salam) ayat shalawat atas Nabi (saw) dikumandangkan lalu disambut dengan tiga kali shalawat oleh jamaah dan disusul dengan takbir yang diakhiri dengan yel-yel ploitik (yaitu doa-doa dan pernyataan berlepas diri atau attabarri) yang diteriakkan oleh orang-orang mukmin dengan sura lantang, apakah hal demikian bermasalah secara syar’i?
JAWAB:
Membaca ayat shalawat dan membaca shalawat atas nabi dan keluarganya bukan saja tidak bermasalah, melainkan sangat dianjurkan dan diutamakan serta mengundang pahala. Di samping itu, meneriakkan secara rutin slogan-slogan Islam dan slogan revolusioner seperti “takbir dan rangkaian-rangkaiannya” yang mengingatkan akan misi dan tujuan-tujuan Revolusi Islam yang agung juga dianjurkan.
SOAL 572:
Apabila seseorang sampai ke masjid ketika jamaah shalat sudah berada pada rakaat kedua, dan karena tidak mengerti hukum tentang masalah yang dialami, ia tidak melakukan tasyahhud dan qunut yang harus dilakukan pada rakaat berikutnya, apakah shalatnya sah?
JAWAB:
Shalatnya sah, meskipun ia wajib mengqadha’ tasyahhud dan melakukan dua sujud sahwi.
SOAL 573:
Apakah kerelaan orang yang diikuti (dijadikan imam) merupakan syarat dalam shalat jamaah? Dan apakah sah menjadikan seorang makmum sebagai imam jamaah?
JAWAB:
Kerelaan imam jamaah bukanlah syarat keabsahan bermakmum (iqtida). Bermakmum dengan makmum saat shalat tidaklah sah.
SOAL 574:
Ada dua orang yang melaksanakan shalat jamaah, salah satu menjadi imam dan lainnya makmum, kemudian orang ketiga datang dan mengira orang kedua (makmum) sebagai imam lalu bermakmum dengannya. Usai shalat, terbukti bahwa orang kedua itu adalah makmum, bukanlah imam. Apa hukum shalat orang ketiga tersebut?
JAWAB:
Bermakmum (iqtida’) degan makmum tidaklah sah. Tetapi apabila ia tidak tahu lalu bermakmum dengannya, maka jika ia melakukan tugas orang yang shalat sendiri (munfarid, tidak berjamaah) dalam ruku’ dan sujudnya, tanpa menambah atau mengurangi rukun secara sengaja atau lupa, maka sahlah shalatnya.
SOAL 575:
Apakah sah bagi orang-orang yang hendak shalat isya’ bermakmum dengan jamaah yang melakukan shalat maghrib?
JAWAB:
Tidak ada larangan.
SOAL 576:
Apakah batal shalat orang-orang yang tidak memperhatikan keharusan imam berada di tempat yang tidak lebih tinggi dari pada makmum?
JAWAB:
Jika tempat berdiri imam lebih tinggi melebihi batas yang ditolerir (ma’fu) dari tempat berdiri makmum, maka hal itu menyebabkan batalnya shalat jamaah.
SOAL 577:
Suatu ketika satu barisan (shaf) dalam jamaah shalat diisi seluruhnya oleh orang-orang yang melakukan shalat secara qhasr (dua rakaat), sedangkan barisan di belakang terdiri dari jamaah yang melakukan shalat secara tamam (sempurna). Jika orang yang berada di barisan depan shalat dua rakaat dan mereka segera bangkit untuk bermakmum lagi pada dua rakaat berikutnya, apakah dua rakaat terakhir shalat orang yang berada di belakang mereka tetap terhitung sebagai shalat jamaah?
JAWAB:
Jika diasumsikan bahwa setiap orang yang berada di barisan depan melakukan shalat secara qashr, maka, dalam kasus yang ditanyakan, keabsahan shalat jamaah mereka yang berada di barisan belakang bermasalah. Berdasarkan ahwathbarisan-barisan yang di belakang wajib memisahkan diri dari jamaah setelah jamaah shaf pertama duduk untuk membaca salam.
SOAL 578:
Jika makmum berdiri di pinggir kanan dan kiri shaf pertama shalat, apakah ia dapat memulai shalat sebelum para makmum lain yang menjadi penghubung antara dia dan imam?
JAWAB:
Apabila makmum-makmum yang menjadi penghubung antara dia dan imam telah bersiap-siap memulai shalat setelah imam jamaah terlebih dahulu memulainya, maka ia dapat memasuki shalat dengan niat berjamaah.
SOAL 579:
Seseorang yang bergabung dalam jamaah shalat pada rakaat ketiga dan, karena mengira bahwa imam sedang berada pada rakaat pertama, ia tidak membaca apapun (Al-fatihah dan surah). Apakah ia wajib mengulangi shalatnya?
JAWAB:
Jika sadar akan hal itu sebelum memulai ruku’, maka ia wajib melaksanakanqira’ah. Jika sadar setelah melakukan ruku’, maka shalatnya sah dan tidak menanggung kewajiban apapun, meskipun berdasarkan ahawath dianjurkan melakukan dua sujud sahwi karena meninggalkan qira’ah.
SOAL 580:
Demi menyelenggarakan shalat jamaah di instansi-instansi pemerintah dan sekolah-sekolah-sekolah, maka keberadaan seorang imam jamaah sangat dibutuhkan. Karena tidak ada ulama selain saya di daerah dimana saya tinggal, maka saya terpaksa menjadi imam jamaah tiga atau empat kali di beberapa tempat berbeda untuk satu shalat fardhu. Dan karena shalat kedua diperbolehkan oleh para marja’, maka apakah pada selebihnya boleh meniatkan shalat qadha’ untuk kehati-hatian (ihtiyath)?
JAWAB:
Menjadi imam dengan (melaksanakan) shalat qadha’ ihtiyatihiyah (untuk kehati-hatian) tidaklah sah.
SOAL 581:
Salah satu universitas mendirikan shalat jamaah bagi para pegawainya di salah satu gedung universitas yang bersebelahan dengan salah satu mesjid kota yang juga menjadi tempat pelaksanaan shalat jamaah pada saat yang bersamaan. Apa hukumnya bergabung dalam shalat jamaah di universitas?
JAWAB:
Bergabung dalam shalat jamaah yang -dalam pandangan makmum- memenuhi syarat-syarat syar’i keabsahan bermakmum dan berjamaah tidak ada masalah, meskipun berdekatan dengan masjid yang juga menjadi tempat shalat jamaah pada waktu yang sama.
SOAL 582:
Apakah sah melakukan shalat dibelakang imam yang bekerja sebagai hakim, padahal ia bukanlah seorang mujtahid?
JAWAB:
Jika pekerjaannya dalam mengadili berdasarkan pengangkatan oleh orang yang layak mengangkat, maka tidak ada larangan bermakmum dengannya.
SOAL 583:
Apa hukum muqallid Imam Khomaini (qs) dalam masalah ‘musafir’ bermakmum kepada imam jamaah yang tidak bertaqlid kepada Imam dalam masalah tersebut, terutama ketika bermakmum dalam shalat Jum’at?
JAWAB:
Perbedaan dalam bertaqlid tidak menjadi kendala bagi keabsahan bermakmum. Namun, tidak sah bermakmum dalam shalat yang menurut fatwa marja’ taqlid makmum dianggap qashr sementara menurut fatwa marja’ taqlid imam jamaah dianggap tamam.
SOAL 584:
Jika imam jamaah melakukan ruku’ setelah takbirotul ihram karena lupa, apakah tugas makmum?
JAWAB:
Jika makmum sadar akan hal itu setelah bergabung dalam shalat jamaah, maka ia wajib infirad (memisahkan diri) dan membaca Al-fatihah dan surah.
SOAL 585:
Jika sejumlah siswa sekolah yang belum baligh berdiri di shaf setelah shaf ketiga atau keempat untuk melakukan shalat jamaah, sedangkan pada shaf berikutnya diisi oleh orang-orang mukallaf (akil baligh), maka apakah hukum shalat dalam keadaan demikian?
JAWAB:
Tidak ada masalah dalam kasus yang disebutkan.
SOAL 586:
Apakah tayammum sebagi ganti dari mandi bagi imam jamaah karena berhalangan (ma’dzur) cukup untuk melaksanakan shalat jamaah ataukah tidak?
JAWAB:
Jika ia berhalangan secara syar’i, maka ia dapat menjadi imam dengan bertayammum sebagai ganti mandi janabah, dan tidak ada masalah bermakmum dengannya.
[Istiftaat Imam Ali Khamenei]
(al-shia.org/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar