Ramadhan adalah bulan yang harus diisi dengan puasa, shalat-shalat sunnah, membaca al-Quran dan berzikir.
Manusia Muslim mengekspresikan ibadah melalui serangkaian amalan dan pengucapan (zikir). Sayangnya, zikir mengalami banyak distorsi makna dan penggunaan. Ia sering terlontar sebagai celoteh. Spontanitas ini positif dari tapi bila dikaji, terasa ganjil karena penggunaan yang tidak tepat dan tanpa kesadaran. Sering lidah berzikir Astaghfirullah, Subhanallah, Masya Allah, bukan saat khusyuk bermunajat tapi saat terkejut atau menginjak tikus, kejatuhan cicak. Yang lebih parah, “Allahu Akbar” sering terdengar saat terjadi penganiayaan.
Zikir mengalami kapitalisasi. Ia jadi industri yang memperjelas jarak sosial dan kelas ekonomi, Sehingga untuk zikir yang syahdu, perlu khalwat di Puncak yang sejuk dan bebas asap,dan untuk zikir yang khusyuk perlu sertifikat pelatihan di hotel berbintang.
Zikir kini jadi simbol kemegahan artifisial, dengan lighting, gegap gempita, iringan musik dan para artis yang diharapkan mendekatkan umat kepada kesalehan yang menghibur dan tentu produktif.
Zikir itu bermakna menyebut (mengucapkan) juga berarti mengingat. Menyebut tapi tak mengingat apa yang disebut, sia sia. Mengingat tapi tak mengenal yang diingatnya, mustahil. Jadi, zikir itu dimulai dari mengenal, kemudian mengingat, baru menyebut.
Tahlil
Zikir termulia adalah La ilaha illallah Muhammadun rasulullah. Disebut termulia karena ia adalah rukun iman yang sebenarnya dan yang bebas dari interpretasi sektarian. Karena itu yang menolak kalimat tahlil hanyalah kaum ateis dan musyrik.
Dalam kitab suci al-Qur’an, kata yang juga memberikan signifikansi pada Allah adalah “ilah” dan “rabb”. Kata “ilah” juga digunakan dalam syahadat la ilaha illallah. Kata “ilah” adalah bentuk kata yang mengikuti wazan “fi’al” yang berarti “maf’ul”. Ilah berari “ma’bud” (yang disembah), seperti “kitab” yang berarti “maktub” (yang ditulis). Dengan demikian, la ilaha illallah dapat diartikan “tiada yang layak disembah selain Allah”
Kata “tuhan” dalam bahasa Indonesia, misalnya, hampir memiliki arti yang berdekatan dengan “tuan’ yang berarti “majikan” atau “pemilik”, seperti tuan rumah yang berarti pemilik rumah, atau kata “Hyang” yang memiliki arti berdekatan dengan “eyang’ yang berarti kakek atau nenek. Hanya saja, yang perlu diperjelas apakah “tuhan” menunjuk “Sang pencipta” (al-khaliq) ataukah menunjuk “Yang disembah” (al-ilah, al-ma’bud). Kata “tuhan” dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang lebih dekat dengan al-rab dalam bahasa Arab yang berarti “Maha Pengatur”.
Seandainya “tuhan” atau “ilah” berarti “Pencipta” (al-khaliq), maka syahadat la ilaha illallah berarti “tiada pencipta selain Allah”. Tentu syahadat dengan arti seperti ini tidak mengecualikan para kaum Quraisy penyembah berhala dan kaum musyrikin lainnya, yang sejak semula meyakini Allah sebagai pencipta. (QS. Luqman: 25).
Dalam Al-Qur’an kata Allah disebuntukan sebanyak 930 kali, Kata ilah (tanpa dhamir) dalam al-Qur’an disebuntukan sebanyak 80 kali.
Arti ilah dalam rangkaian syahadah (kalimah al-tahlil) bisa berarti al-ma’bud atau yang disembah, dan bisa pula berarti al-ma’bud bil haq. Apabila arti pertama dipilih, maka setiap sesuatu yang dalam kenyataan disembah selain Allah dapat dianggap sebagai ilah. Apabila arti kedua yang dipilih, maka berarti ilah hanya bisa disandang oleh Allah, sebab al-ma’budiyah (ke-tersembah-an) merupakan derivasi dari al-rububiyah.
Allah berfirman, “Ingatlah, sesungguhnya mengingat (menyebut) Allah menentramkan hati”…
Tahmid
Salah satu zikir yang diutamakan adalah alhamdulillah dan asysyukrulillah. Ia adalah kata yang memuat makna pujian dan syukur.
Sebagian besar orang membatasi syukur sebagai ekspresi verbal dan simbolik sebatas aksara dan suara. Padahal syukur harus diawali dengan ekspresi intelektual berupa keyakinan bhw pemilik dan pemberi sejati adalah Allah dan bhw Dialah yang terutama yang berhak untuk dihargai atas segala karunia yang dianugerahkan baik melalui alam maupy. Melalui manusia.
Berikutnya adalah syukur berupa ekspresi aktual melalui implementasi ibadah baik individual maupun sosial. Syukur secara aktual adalah penggunaan karunia bagi kebaikan sesama Muslim dan manusia.
Orang kaya harus bersyukur dengan mendermakan hartanya. Orang yang punya kuasa harus bersyukur dengan memberikan perlindungan dan kemudahan atas bawahan dan rakyatnya. Orang berilmu harus bersyukur dengan menyebarkan ilmu kepada siapa saja yang meminta demi kebaikan dan kemaslahatan. Setelah itu, syukur verbal melengkapi dua syukur diatasnya.
Takbir
Zikir yang sgt populer dan sering dimanipulasi adalah kata takbir “Allahu akbar”. Banyak yang mengartikannya dengan “Allah mahabesar”. Padahal “mahabesar” dlm list Asmaul Husna telah diwakili oleh “Alkabir”.
Akbar mengikuti format baku gramatika Arab yang bermakna superlatif sehingga bisa diterjemahkan “paling besar” dan “lebih besar”. Allahuakbar menjadi password untuk memasuki ruang kedap dosa dan steril dari semua hal yang duniawi. Ia juga menjadi kata yang menegaskan kekerdilan makhluk2 semi ada supaya tidak lupa diri dan menganggap dirinya besar.
Takbir seperti zikir lainnya telah menjadi korban manipulasi, interpolasi, seremisasi dan dangdutisisasi. Takbir bisa terdengar bukan saat kegembiraan silaturahmi tapi ia bisa menjadi kata pembuka mutilasi, penggorokan, pemancungan, pembunuhan, penyeretan dan segala aksi kesadisan yang dilakukan oleh orang orang yang menganggapnya sebagai ibadah dan amar makruf, nahi munkar serta jihad.
Takbir dulu biasanya dikumandangkan dari masjid. Kini sangat mungkin diteriakkan sambil membakar masjid. Takbir juga sering terdengar di ruang sidang pengadilan saat orang yang nyata nyatanya melakukan korupsi divonis bebas atau saat orang yang tidak terbukti melakukan tindakan kriminal divonis penjara dengan tuduhan menodai agama.
Tasbih
Salah satu jenis zikir yang populer adalah tasbih. Saking populernya hingga semua zikir kadang disebut tasbih. Bahkan dalam bahasa Indonesia tasbih diartikan sebagai benda berupa butir batu atau kayu yang dirancang khusus untuk membaca zikir, yang dlm bahasa Arab disebut masbahah (alat bertasbih), seperti rosario dalam tradisi dan ritus Kristen. Tasbih adalah aktivitas ritual yang bertujuan mensucikan Allah SWT dari segala predikat keterbatasan dan kemakhlukan.
Dengan definisi umum ini, tasbih dapat dibagi dlm tiga tahap, yaitu 1) Tasbih rasional, yaitu pemahaman dan keyakinan dalam diri seseorang yang menafikan semua gambaran, bayangan dan predikasi yang tidak sesuai dengan wujud dan zatNya yang Abadi, Azali, Wajib dsb. Ia merupakan tahap primer yang harus dilalui lebih dulu oleh setiap musabbih (pelaku tasbih); 2) Tasbih emosional, yaitu kemantapan hati untuk mentautkan diri dengan Allah sebagai satu satunya Zat yang tidak samasekali menyandang kekurangan dan segala hal yang bersifat kemakhlukan; 3) Tasbih fisikal, yaitu aktivitas ragawi yang didasarkan pada tasbih rasional dan tasbih emosional dengan mensucikan Allah dari sifat sifat kemakhlukan dan tidak menyandangkan sifat-sifat ketuhanan kepada makhluk melalui ibadah dan perbuatan baik serta sah.
Salah satu jenis yang utama tasbih fisikal adalah tasbih verbal, yaitu mengucapkan Subhanallah terutama seusai shalat dan setiap kali takjub dan memuji kebaikan dan keindahan. Ironisnya, sekarang tasbih lebih identik dengan assesoris mobil. Ia lebih dikenal sebagai jimat atau simbol kesalehan artifisial.
Ada banyak jenis tasbih verbal yang diajarkan dlm khazanah ibadah. Antara lain tasbih dalam shalat, yang menurut fikih Imamiyah wajib diucapkan dalam rakaat ketiga dan keempat sebagai bacaan alternatif bila tidak membaca alfatihah, yaitu Subhanallah walhamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar. Tasbih wajib pula diucapkan dalam rukuk dan sujud. Tasbih yang juga dianjurkan dibaca adalah tasbih Nabi Yunus, yaitu Lailaha illa Anta subhanaka inni kuntu minazhzhalimin.
Istighfar
Salah satu jenis zikir yang akrab dengan lidah setiap Muslim adalah istighfar. Ia dalam bahasa al-Quran diartikan “memohon ampunan” (karena huruf alif dan sin pada awal kata itu berdenotasi “meminta”).
Istighfar secara umum adalah setiap tindakan yang ditujukan utk meminta maaf dan ampunan kepada pihak yang telah dianiaya dan diperlakukan secara salah. Dari definisi umum ini, istighfar memiliki banyak dimensi secara gradual.
Pada tingkat perdana, istighfar adalah kesadaran subjek tentang kesalahan dalam tindakan, pemahaman, perasaan, sikap dan perlakuan tehadap objek tertentu. Objek utamanya adalah Allah Swt yang telah dizalimi haknya oleh manusia pendosa. Pada tahap ini, setiap perbuatan buruk baik etika maupun hukum bisa dianggap sebagai menzalimi hak Allah, diri sendiri dan dalam keadaan tertentu tehadap orang lain bahkan lingkungan alam sekitar. Karenanya, setiap beristighfar, kita harus sadar bahwa kita telah berlaku zalim.
Tahap kedua istighfar adalah pengakuan akan dosa yang telah dilakukan baik berupa pemahaman (maksiat pikiran) maupun berupa perasaan atau kehendak (maksiat perasaan).
Tahap berikutnya adalah penyesalan sekaligus pengakuan akan dosa dan perbuatan zalim yang telah dilakukan. Selanjutnya adalah tahap tekad dan keputusan untuk tidak melalukannya lagi. Tahap setelahnya adalah keputusan untuk mengganti perbuatan buruk dan zalim itu dengan perbuatan baik dan adil.
Tahap terakhir adalah permohonan maaf kepada Allah dan pihak lain yang dizalimi. Tahap terakhir ini lazimnya diungkapkan secara verbal dengan mengucapkan astagfirullah dengan ragam teks yang diajarkan dalam alquran dan riwayat riwayat.
Tentu, pengucapan kata istigfar tidak harus melulu diucapkan dalam bahasa Arab, bila pengucap lebih pengucapan dengan bahasa lain yang dirasa lebih bisa diresapi dan mewakili suara hatinya.
Ironisnya, astaghfirullah kadang atau sering terucap tanpa kesadaran meminta ampunan kepada Allah, namun hanya ekspresi spontan (reflek) saat tertimpa hal hal negatif seperti bila kejatuhan cicak, menginjak tanpa sengaja tikus di jalan atau melihat pemandangan buruk. Belakangan malah astagfirullah disingkat dengan astaga.
Tarhim
Salah satu zikir yang tidak patut diabaikan adala tarhim, yaitu mengucapkan irhamni, irhamna ya arhamarrahimin. Tarhim adalah ekspresi memohon kasih, iba dan welas dari Allah SWT.
Kata arrahim berarti yang mengasihani dan iba. Kata Ya arhamarrahimin (wahai Pengasih paling welas) hampir muncul di penghujung setiap doa karena mengisyaratkan makna kepasrahan dan ketakberdayan serta pengakuan kekerdilan di hadapanNya.
Tarhim adalah bentuk dari istighfar, karena tarhim yang diungkapkan dengan kesadaran mengundang belas kasih, pasti direspon oleh Allah dengan kasihNya berupa pengampunan. Kini, tarhim telah menjadi pertanda menjelang subuh terutama di bulan Ramadan yang juga berfungsi sebagai isyarat sahur.
Semoga tarhim dan lantunan zikir lainnya tidak hanya diingat dan diperhatikan saat sahur di Ramadan, tapi menjadi suara hati yang mengiringi setiap detak jantung, denyut nadi dan hembusan napas kita agar rahmatNya senantiasa mengawani kita semua. Amin
Shalawat
Shalawat dalam bahasa Arab adalah bentuk plural dari shalat. Karena itulah, shalat secara bisa dibagi tiga; 1. Dzikir, sebagai ekspresi verbal. 2. Ibadah yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. 3. Syiar, akidah dan ikrar ketersambungan dengan Allah (shilah) via Muhammad SAW.
Dalam bahasa Indonesia, shalat (singular) dimaknai sebagai ibadah khusus, sedangkan shalawat dimaknai sebagai zikir khusus yang disepakati sebagai bagian yang tak terpisahkan dari shalat (ibadah). Allahumma shalli ‘ala Muahmmad wa aali Muhammad.
Bahkan dalam bahasa Jawa, melayat disebut “nyelawat” yang merupakan kata serapan dari shalawat. Ini merupakan bukti bahwa shalawat telah menjadi kultur dan tradisi kuat umat Islam Indonesia, terutama Jawa.
Bahkan sangat mungkin “melayat” merupakan kata serapan dari “nyelawat” yang digunakan dalam bahasa Jawa. Menggelikan, bila para Saudis menghina tradisi mulia ini dengan membid’ahkannya. (DarutTaqrib/IsalamTimes/Reza/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar