Dengan asma Allah Yang Mahakasih dan Mahasayang
Tuhanku
Kelu lidah untuk mencapai pujian-Mu
yang layak dengan keagungan-Mu
Lesu akal untuk mencerap hakikat keindahan-Mu
Letih pandangan untuk menatap kebesaran wajah-Mu
Tidak Kauberikan pada segenap makhluk
jalan untuk mencapai makrifat-Mu
selain makrifat yang lemah
Tuhanku
Jadikan kami di antara mereka
yang tertanam dalam hatinya pohon kerinduan pada-Mu
yang seluruh kalbunya dirasuki gelora cinta-Mu
Mereka berlindung pada sarang tafakur
Mereka merumput pada padang taqarrub dan mukasyafah
Mereka mereguk pancaran mata air mahabbah dengan gelas mulathafah
Mereka menempuh jalan-jalan kesucian
Tirai telah tersingkap dari bashirah mereka
Kegelapan syak telah tersingkir dari aqidah mereka
Sudah hilang guncangan keraguan
dari kalbu dan nurani mereka
Karena kebenaran makrifat, lega dada mereka
Menjulang himmah mereka
untuk meraih kebahagiaan dalam kesederhanaan
Lezat minumannya dalam istana mu'amalah
Indah nuraninya dalam majlis kerinduan
Sejuk hatinya dalam tempat ketakutan
Tenteram jiwanya saat kembali ke Rabbul-Arbab
Yakin arwahnya untuk meraih bahagia dan keberhasilan
Bahagia hatinya dalam memandang Kekasihnya
Tetaplah keteguhannya dalam mencapai Cita dan Dambanya
Berlaba dagangnya dalam menjual dunia untuk akhiratnya
Tuhanku
Alangkah lezatnya getar ilham dalam hati
karena mengingat-Mu
Alangkah manisnya perjalanan menuju-Mu
dalam jalan-jalan kegaiban karena kenangan pada-Mu
Betapa sedapnya rasa cinta-Mu
Betapa nikmatnya minuman qurbah-Mu
Jangan Engkau campakkan dan jangan Engkau jauhi kami
Jadikan kami yang paling istimewa di antara pengenal-Mu
yang paling saleh di antara hamba-Mu
yang paling tulus di antara orang yang menaati-Mu
yang paling ikhlas dalam mengabdi-Mu
Wahai Yang Mahabesar
Wahai Yang Mahaagung
Wahai Yang Maha Pemurah
Wahai Pemberi rahmat dan karunia
Ya Arhamar-Rahimin
(Rintihan Suci Ahlul Bait)
PARA KSATRIA KARBALA
Perjalanan sejarah telah dipenuhi oleh figur-figur teladan dan
tokoh-tokoh besar yang namanya abadi dan tindak-tanduknya layak
diteladani. Lembaran hidup mereka mementaskan kepahlawanan,
kedermawanan, keramahan, dan kebesaran. Di saat-saat genting sekalipun,
kebesaran jiwa mereka tetap menjadi panutan. Kisah tragedi pembantaian
keluarga Nabi di Karbala meski menjadi luka yang dalam bagi umat Islam
sepanjang sejarah, namun penuh dengan hikmah. Tragedi Karbala adalah
pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, antara kemanusiaan dan
kebinatangan, antara kemuliaan dan kehinaan, antara kebebasan dan
keterbelengguan.
* * *
Hurr bin Yazid Al-Riyahi
Di padang tandus Nainawa, figur-figur besar semisal Hurr bin Yazid Al-Riyahi, Habib bin Madhahir, Ali bin Al-Husein, Wahb bin Abdullah dan lainnya mengajarkan kepada umat manusia di sepanjang zaman tentang makna sejati dari kebesaran, keberanian, kepahlawanan, kehormatan, dan kesetiaan. Pada kesempatan kali ini, kami akan membawa Anda ke masa itu, saat lakon-lakon Karbala mementaskan drama kesucian. Kami akan mengajak Anda untuk mencermati fragmen-fragmen yang mereka mainkan.
Hurr bin Yazid Al-Riyahi, komandan pasukan Ubaidillah bin Ziyad. Dengan sekitar seribu orang yang dipimpinnya, Hurr mendapat perintah untuk menghadang gerak Imam Husein dan rombongannya yang sedang menuju Kufah dan menggiring mereka menghadap Ibnu Ziyad. Untuk beberapa hari pertama setelah pasukannya berhadapan dengan rombongan Imam Husein a.s, mungkin Hurr dipandang sebagai orang yang paling berdosa terhadap keluarga Nabi itu. Sebab dengan menjalankan perintah demi perintah yang diterimanya dari Ibnu Ziyah, Hurr telah membuat posisi Imam Husein dan keluarganya terjepit sampai mereka kehabisan air minum.
Namun sikap hormatnya kepada keluarga Rasul dan kebesaran jiwanya telah membuat dia terbangun dari tidur yang hampir membuatnya celaka. Hurr sadar bahwa dia berada di tengah pasukan yang berniat membantai Al-Husein dan keluarganya. Jika tetap bersama pasukan ini berarti dia akan mencatatkan namanya dalam daftar orang-orang terlaknat sepanjang masa. Hurr melihat dirinya berada di persimpangan jalan. Dia harus memilih, mati tercincang-cincang dengan imbalan surga atau selamat dan kembali ke keluarga dengan membawa cela dan janji akan siksa neraka. Hurr memilih surga meski harus melewati pembantaian sadis pasukan Ibnu Ziyad.
Dengan langkah mantap Hurr memacu kudanya ke arah perkemahan Imam Husein a.s. Semua mata memandang mungkinkah Hurr komandan yang pemberani itu akan menjadi orang pertama yang menyerang Imam Husein? Namun semua tercengang kala menyaksikan Hurr bersimbuh di hadapan putra Fatimah dan meminta maaf atas kesalahannya. Sebagai penebus kesalahannya, Hurr bangkit dan dengan gagah berani mencabik-cabik barisan musuh. Hurr gugur sebagai syahid dengan menghadiahkan darahnya untuk Islam. Imam Husein memuji kepahlawanan Hurr dan mengatakan, “Engkau benar-benar orang yang bebas, seperti nama yang diberikan ibumu kepadamu. Engkau bebas di dunia dan akhirat.”
Muslim bin Ausajah
Muslim bin Ausajah termasuk kelompok orang-orang tua yang berada di dalam rombongan Imam Husein. Muslim adalah sahabat Nabi yang keberanian dan kepahlawanannya di berbagai medan perang dipuji banyak orang. Ketika Imam Husein mengumumkan rencananya untuk bangkit melawan pemerintahan Yazid, Muslim bin Ausajah mendapat tugas mengumpulkan dana, membeli senjata, dan mengambil baiat warga Kufah. Di padang Karbala, ketuaan Muslim sama sekali tidak menghalangi kelincahan geraknya. Satu-persatu orang-orang yang berada di hadapannya terjungkal. Akhirnya pasukan Ibnu Ziyad mengambil insiatif untuk menghujaninya dengan batu. Muslim tersungkur bersimbah darah. Sebelum melepas nyawa, dia memandang sahabatnya, Habib bin Madhahir dan berpesan untuk tidak meninggalkan Imam Husein.
Habib bin Madhahir
Di Karbala, Habib bin Madhahir mungkin yang paling tua diantara para sahabat Imam Husein. Meski tua, Habib adalah pecinta sejati Ahlul Bait. Kehadirannya di tengah rombongan keluarga Nabi memberikan semangat tersendiri. Di malam tanggal sepuluh Muharram, atau malam pembantaian, wajah Habib terlihat berseri-seri. Tak jarang dia melempar senyum kepada anggota rombongan yang lain. Ada yang mempertanyakan mengapa dia tersenyum di malam yang mencekam ini? Habib menjawab, “Ini adalah saat yang paling indah dan menyenangkan. Sebab tak lama lagi, kita akan berjumpa yang Tuhan.”
Di bawah terik mentari Karbala, Habib berlaga di tengah medan. Usia lanjut tidak menghalangi kelincahannya memainkan pedang. Habib sempat melantunkan bait-bait syair yang menunjukkan keberanian dan kesetiannya kepada Nabi dan kebenaran risalah Nabi. Jumlah pasukan dan kelengkapan militer yang ada di pihak musuh tidak membuatnya gentar. Sebab baginya, kemenangan bukan hanya kemenangan lahiriyah. Kematian di jalan Allah adalah kemenangan besar yang didambakan para pecinta seperti Habib. Ayunan pedang tepat mengenai kepala putra Madhahir dan membuatnya terjungkal. Darah segar membahasi janggutnya yang putih. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Habib sempat melempar senyum ke arah Al-Husein yang memberinya kata selamat menjumpai surga. Habib gugur setelah melagakan kepahlawanan dan kesetiaan.
Nafi’ bin Hilal
Nafi’ bin Hilal, adalah pahlawan Karbala yang dikenal sebagai perawi hadis, qari, dan sahabat dekat Imam Ali a.s. Kesetiaannya kepada Ahlul Bait telah ia tunjukkan dalam perang Jamal, Siffin, dan Nahrawan dalam membela Imam Ali a.s., ayah Imam Husain. Di Karbala, bersama Abul Fadhl Abbas dan lima puluh orang sahabat Imam Husein, Nafi’ memporak-porandakan barisan musuh untuk sampai ke sungai Furat. Setelah melalui pertempuran sengit, pasukan Imam Husein berhasil mengambil air dan mengirimnya ke perkemahan. Sahabat setia Al-Husien ini dikenal sebagai pemanah mahir. Setelah berhasil membunuh 12 orang dan melukai beberapa orang lainnya, Nafi’ bin Hilal gugur sebagai syahid.
Burair bin Khudhair
Di tengah pasukan Imam Husein yang hanya berjumlah beberapa puluh orang, terdapat beberapa orang yang dikenal sebagai orang ahli ibadah dan zuhud, diantaranya adalah Burair bin Khudhair. Warga Kufah amat menghormati Burair dan menyebutnya sebagai guru besar Al-Qur’an. Ketinggian iman Burair tampak di malam Asyura. Burair yang biasanya jarang bergurau, malam itu menggoda Abdurrahman Al-Anshari, salah seorang sahabat Imam Husein. Kepadanya Abdurrahman berkata, “Wahai Burair, malam ini tidak sewajarnya engkau bergurau.” Burair menjawab, “Sahabatku, tahukah engkau bahwa sejak muda aku tidak gemar bercanda. Tapi malam ini aku sangat bahagia. Sebab jarak antara kita dan surga hanya beberapa saat. Kita hanya perlu sejenak menari-narikan pedang untuk menyambut pedang-pedang musuh mencabik-cabik tubuh kita, lalu terbang ke surga.” Burair gugur syahid dan namanya abadi. Dia telah mengajarkan kesetiaan kepada agama dan kecintaan kepada Allah, Rasul dan Ahlul Bait.
* * *
Hurr bin Yazid Al-Riyahi
Di padang tandus Nainawa, figur-figur besar semisal Hurr bin Yazid Al-Riyahi, Habib bin Madhahir, Ali bin Al-Husein, Wahb bin Abdullah dan lainnya mengajarkan kepada umat manusia di sepanjang zaman tentang makna sejati dari kebesaran, keberanian, kepahlawanan, kehormatan, dan kesetiaan. Pada kesempatan kali ini, kami akan membawa Anda ke masa itu, saat lakon-lakon Karbala mementaskan drama kesucian. Kami akan mengajak Anda untuk mencermati fragmen-fragmen yang mereka mainkan.
Hurr bin Yazid Al-Riyahi, komandan pasukan Ubaidillah bin Ziyad. Dengan sekitar seribu orang yang dipimpinnya, Hurr mendapat perintah untuk menghadang gerak Imam Husein dan rombongannya yang sedang menuju Kufah dan menggiring mereka menghadap Ibnu Ziyad. Untuk beberapa hari pertama setelah pasukannya berhadapan dengan rombongan Imam Husein a.s, mungkin Hurr dipandang sebagai orang yang paling berdosa terhadap keluarga Nabi itu. Sebab dengan menjalankan perintah demi perintah yang diterimanya dari Ibnu Ziyah, Hurr telah membuat posisi Imam Husein dan keluarganya terjepit sampai mereka kehabisan air minum.
Namun sikap hormatnya kepada keluarga Rasul dan kebesaran jiwanya telah membuat dia terbangun dari tidur yang hampir membuatnya celaka. Hurr sadar bahwa dia berada di tengah pasukan yang berniat membantai Al-Husein dan keluarganya. Jika tetap bersama pasukan ini berarti dia akan mencatatkan namanya dalam daftar orang-orang terlaknat sepanjang masa. Hurr melihat dirinya berada di persimpangan jalan. Dia harus memilih, mati tercincang-cincang dengan imbalan surga atau selamat dan kembali ke keluarga dengan membawa cela dan janji akan siksa neraka. Hurr memilih surga meski harus melewati pembantaian sadis pasukan Ibnu Ziyad.
Dengan langkah mantap Hurr memacu kudanya ke arah perkemahan Imam Husein a.s. Semua mata memandang mungkinkah Hurr komandan yang pemberani itu akan menjadi orang pertama yang menyerang Imam Husein? Namun semua tercengang kala menyaksikan Hurr bersimbuh di hadapan putra Fatimah dan meminta maaf atas kesalahannya. Sebagai penebus kesalahannya, Hurr bangkit dan dengan gagah berani mencabik-cabik barisan musuh. Hurr gugur sebagai syahid dengan menghadiahkan darahnya untuk Islam. Imam Husein memuji kepahlawanan Hurr dan mengatakan, “Engkau benar-benar orang yang bebas, seperti nama yang diberikan ibumu kepadamu. Engkau bebas di dunia dan akhirat.”
Muslim bin Ausajah
Muslim bin Ausajah termasuk kelompok orang-orang tua yang berada di dalam rombongan Imam Husein. Muslim adalah sahabat Nabi yang keberanian dan kepahlawanannya di berbagai medan perang dipuji banyak orang. Ketika Imam Husein mengumumkan rencananya untuk bangkit melawan pemerintahan Yazid, Muslim bin Ausajah mendapat tugas mengumpulkan dana, membeli senjata, dan mengambil baiat warga Kufah. Di padang Karbala, ketuaan Muslim sama sekali tidak menghalangi kelincahan geraknya. Satu-persatu orang-orang yang berada di hadapannya terjungkal. Akhirnya pasukan Ibnu Ziyad mengambil insiatif untuk menghujaninya dengan batu. Muslim tersungkur bersimbah darah. Sebelum melepas nyawa, dia memandang sahabatnya, Habib bin Madhahir dan berpesan untuk tidak meninggalkan Imam Husein.
Habib bin Madhahir
Di Karbala, Habib bin Madhahir mungkin yang paling tua diantara para sahabat Imam Husein. Meski tua, Habib adalah pecinta sejati Ahlul Bait. Kehadirannya di tengah rombongan keluarga Nabi memberikan semangat tersendiri. Di malam tanggal sepuluh Muharram, atau malam pembantaian, wajah Habib terlihat berseri-seri. Tak jarang dia melempar senyum kepada anggota rombongan yang lain. Ada yang mempertanyakan mengapa dia tersenyum di malam yang mencekam ini? Habib menjawab, “Ini adalah saat yang paling indah dan menyenangkan. Sebab tak lama lagi, kita akan berjumpa yang Tuhan.”
Di bawah terik mentari Karbala, Habib berlaga di tengah medan. Usia lanjut tidak menghalangi kelincahannya memainkan pedang. Habib sempat melantunkan bait-bait syair yang menunjukkan keberanian dan kesetiannya kepada Nabi dan kebenaran risalah Nabi. Jumlah pasukan dan kelengkapan militer yang ada di pihak musuh tidak membuatnya gentar. Sebab baginya, kemenangan bukan hanya kemenangan lahiriyah. Kematian di jalan Allah adalah kemenangan besar yang didambakan para pecinta seperti Habib. Ayunan pedang tepat mengenai kepala putra Madhahir dan membuatnya terjungkal. Darah segar membahasi janggutnya yang putih. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Habib sempat melempar senyum ke arah Al-Husein yang memberinya kata selamat menjumpai surga. Habib gugur setelah melagakan kepahlawanan dan kesetiaan.
Nafi’ bin Hilal
Nafi’ bin Hilal, adalah pahlawan Karbala yang dikenal sebagai perawi hadis, qari, dan sahabat dekat Imam Ali a.s. Kesetiaannya kepada Ahlul Bait telah ia tunjukkan dalam perang Jamal, Siffin, dan Nahrawan dalam membela Imam Ali a.s., ayah Imam Husain. Di Karbala, bersama Abul Fadhl Abbas dan lima puluh orang sahabat Imam Husein, Nafi’ memporak-porandakan barisan musuh untuk sampai ke sungai Furat. Setelah melalui pertempuran sengit, pasukan Imam Husein berhasil mengambil air dan mengirimnya ke perkemahan. Sahabat setia Al-Husien ini dikenal sebagai pemanah mahir. Setelah berhasil membunuh 12 orang dan melukai beberapa orang lainnya, Nafi’ bin Hilal gugur sebagai syahid.
Burair bin Khudhair
Di tengah pasukan Imam Husein yang hanya berjumlah beberapa puluh orang, terdapat beberapa orang yang dikenal sebagai orang ahli ibadah dan zuhud, diantaranya adalah Burair bin Khudhair. Warga Kufah amat menghormati Burair dan menyebutnya sebagai guru besar Al-Qur’an. Ketinggian iman Burair tampak di malam Asyura. Burair yang biasanya jarang bergurau, malam itu menggoda Abdurrahman Al-Anshari, salah seorang sahabat Imam Husein. Kepadanya Abdurrahman berkata, “Wahai Burair, malam ini tidak sewajarnya engkau bergurau.” Burair menjawab, “Sahabatku, tahukah engkau bahwa sejak muda aku tidak gemar bercanda. Tapi malam ini aku sangat bahagia. Sebab jarak antara kita dan surga hanya beberapa saat. Kita hanya perlu sejenak menari-narikan pedang untuk menyambut pedang-pedang musuh mencabik-cabik tubuh kita, lalu terbang ke surga.” Burair gugur syahid dan namanya abadi. Dia telah mengajarkan kesetiaan kepada agama dan kecintaan kepada Allah, Rasul dan Ahlul Bait.
0 komentar:
Posting Komentar